Selamat Datang ke Dunia, Anak Kedua Kami!

Akhirnyaa, kembali menulis lagi untuk mengabadikan momen-momen penting, yang tidak cukup jika hanya diingat memori otak yang sudah makin terbatas ini :”

Alhamdulillah, alhamdulillah, masyaallah tabarakallah. Allah mempercayakan saya dan suami serta anak pertama kami, untuk menerima titipannya, anggota keluarga baru kami, yaitu anak kedua sekaligus adik pertama Althaf. Kisah kelahirannya ingin saya tuliskan di sini (mohon maap tulisannya super panjang wkwk).

Suatu hari di bulan November 2021, saya terlambat haid dan iseng tes dengan test pack, karena kebetulan di rumah memang ada banyak stok test pack sisa dari kehamilan Althaf dulu. Saya tak berekspektasi apa-apa, meskipun ada sedikit rasa degdegan dalam hati. Dan ternyata, 2 garis samar muncul di test pack yang saya pegang. DEG! Sungguh tak diduga ternyata Allah memberikan amanah kedua secepat ini, berselang 1 tahun setelah dilahirkannya Althaf. Setelah dicek ke SpOG, alhamdulillah sudah ada kantung kehamilan di dalam rahim. Yes, perjalanan kehamilan kedua pun dimulai!

Kehamilan kedua ini terjadi saat usia Althaf masih 1 tahun dan masih disusui. Saat itu saya memutuskan menjalani kehamilan sambil menyusui/Nursing while Pregnant (NWP), karena tidak ada indikasi medis dari dalam diri saya yang mengharuskan stop ASI Althaf meskipun saya sedang hamil.

Singkat cerita, kehamilan kedua ini alhamdulillah cukup lancar. Saya sempat mengalami morning sickness di 3 bulan awal, namun bukan pada skala yang parah. Kehamilan kedua ini juga saya tidak mengalami kaki bengkak ataupun tangan keram (carpal tunnel syndrome) seperti yang saya alami saat hamil pertama. Alhamdulillah semuanya terasa lebih enteng saat hamil kedua ini, padahal disertai aktivitas ngurus Althaf dan juga WFH, tapi masih Allah kuatkan. Meski beberapa kesempatan, saya sering minta bantuan keluarga untuk datang ke rumah untuk membantu.

Althaf masih menyusu seperti biasanya, meskipun saya merasa suplai ASI mulai berkurang. Lama kelamaan, intensitas menyusui Althaf mulai berkurang. Althaf hanya menyusu saat akan tidur siang atau tidur malam, selebihnya Althaf tidak pernah minta menyusu. Lama-lama, Althaf hanya meminta nyusu di waktu menuju tidur malam. Hingga akhirnya di usia 18 bulan, Althaf malah udah bisa tidur tanpa disusui. Dan saat itu pasokan ASI memang sudah di level yang seret. Akhirnya diputuskan Althaf resmi disapih di usia 18 bulan, saat kehamilan sekitar 32 minggu :’) Too early but it’s okay. Tapi bersyukur banget, proses menyapihnya sangat smooth. Seakan Althaf udah ngerti dan berpikir “Okay, I have to stop. It’s my brother’s turn” :’)

Ada hal lucu saat kehamilan kedua ini terjadi. Setiap kali Althaf ditanya, “adik mana?”, ia langsung mendekati dan memegang perut sambil berkata “ii iii (ini)”. Atau, saat melihat gambar bayi di buku atau di mana pun yang ia temui, Althaf langsung menyentuh perut saya seakan mengerti kalau dalam perut saya ada bayi, padahal kami tak pernah mengajarkan itu sebelumnya 😂 Masyaallah memang mungkin nalurinya untuk menjadi seorang Aa sudah terbentuk secara alamiah.

Kembali ke kehamilan, sampai usia cukup minggu untuk melahirkan, setelah dicek rutin oleh SpOG, alhamdulillah semuanya baik-baik saja, dan memungkinkan untuk melahirkan normal, sehingga diikhtiarkan terus untuk melahirkan secara normal.

Mulai masuk ke cerita persalinan…

Hari itu, tanggal 9 Juli 2022, saat duduk sambil menunggu khutbah sholat Iduladha, saya merasa perut bagian bawah agak mules, namun masih skala ringan. Selesai sholat Iduladha, saya menemani Althaf makan sambil duduk di lantai. Saat itu rasa mulesnya terasa lagi, dan ketika berdiri, ternyata ada flek keluar dari jalan lahir. Saat itu usia kehamilan sekitar 38 minggu 2 hari, sehingga saya pikir mungkin sudah waktunya. Saya menyampaikan ke suami, dan saat itu kami langsung mengirim WhatsApp ke obgyn kami untuk menyampaikan kondisi saya. Obgyn saya langsung menyarankan untuk ke IGD supaya dicek kondisi pembukaan dan yang lainnya. Siang hari sekitar jam 11, saya dan suami ke IGD, sementara Althaf saya tinggalkan di rumah dengan Ibu saya.

Setibanya di IGD, saya dicek pembukaan dan dipasang CTG. Suster bilang ini masih pembukaan 1, dan hasil CTG menunjukkan kalau kontraksi saya masih pada skala yang rendah. Setelah didiskusikan oleh suster kepada obgyn saya, saya diperbolehkan pulang dulu dan menunggu sampai intensitas kontraksinya lebih terasa. Memang saat itu saya sudah mulai merasakan mules yang berkala, tapi belum seberapa sakit dan masih sangat ringan. Akhirnya kami kembali ke rumah dan saya sempatkan main gymball sambil sesekali istirahat.

Sore hari hingga malam hari, saya merasa sensasi mulesnya malah hilang. Flek hanya sesekali sedikit keluar. Hari Minggu pagi, saya pun jalan kaki hingga dan main gymball. Namun saat itu saya merasa kondisinya baik-baik saja dan malah tidak terasa mules sama sekali. Jadi saya masih beraktivitas seperti biasanya. Hingga akhirnya tiba hari Senin, yang merupakan jadwal rutin kontrol ke SpOG tiap sore. Akhirnya saya dan suami memutuskan tetap datang kontrol untuk bertemu langsung dengan SpOG sambil mengecek kondisi saya dan bayi di perut.

Saya masuk ruang dokter sekitar jam 19.00 lalu saya jelaskan kondisi terakhir sejak hari Sabtu. Dokter langsung mengecek melalui USG dan alhamdulillah semua kondisi bayi baik. Setelahnya dokter langsung meminta izin periksa dalam (VT). Saya kira ini hanya VT biasa yang mana rasa tidak nyaman dan sakitnya masih bisa saya toleransi, tapi ternyata dokter mengecek sampai bagian dalam 😭 Dan ini subhanallah sakit bangetttt! Dokter sambil ngecek sambil berkata, “naah ini kepalanya…” dan ucapan-ucapan lain yang saya gak bisa fokus dengarkan karena menahan sakit sampai nangis :’

Setelah selesai, dokter menunjukkan bahwa sudah ada darah (bloody show). Lalu saya kembali duduk sembari kembali mendengar penjelasan dokter. Katanya, saat ini sudah pembukaan 3, setelah sedikit dibantu dibuka oleh dokter (ooh pantes aja sakit banget soalnya dibantu dibuka sama dokternya huhuhu). Yang saya ingat, dokter juga bilang saat ini saya posisi kepala ada di grade 2 menuju 3 (jujur saya kurang paham dengan hal ini), cuma dokter menyampaikan kalau lahir itu posisi kepala ada di grade 4. “Jadi, kesimpulannya, bayi ibu mungkin bisa lahir mungkin besok pagi dini hari”, kata dokter saat itu.

Setelah dicek VT, rasa sakitnya tidak hilang, masih nyut-nyutan disertai rasa mules yang cukup intens dan berulang. Saat itu juga saya diminta CTG, dan hasilnya menunjukkan kontraksi sudah rutin, namun skalanya masih rendah, yaitu 3 dari 10. 

Saya dan suami langsung bersiap mengurus administrasi untuk rawat inap. Kami juga harus swab PCR sebelum masuk ruang bersalin. Saat itu kontraksi yang saya rasakan sudah cukup intens mungkin sekitar 3-5 menit sekali. Perut mulas, pinggang rasanya panas, dan saya coba berjalan-jalan untuk mengalihkan rasa sakitnya. Setelah semuanya selesai sekitar jam 8 malam, kami sempatkan pulang dulu untuk mengambil beberapa keperluan yang masih kurang dan juga pamitan ke ibu dan Althaf di rumah.

Kami tiba lagi di RS sekitar 10.30 malam, namun masih antri bed di IGD. Jam 11.30an saya baru mendapatkan bed, langsung dicek pembukaan oleh bidan jaga dan dipasang CTG. Pembukaan ada di 3 menuju 4. Oya, sebelumnya saya sudah mengomunikasikan ke obgyn saya bahwa saya akan menggunakan bius ILA di persalinan saya. Bius ILA atau Intrathecal Labour Analgesia ini memungkinkan para ibu untuk melahirkan normal dengan rasa mules atau nyeri yang minimal atau lebih ringan, namun ILA biasanya baru bisa dilakukan saat pembukaan sudah mencapai 4.

Saya segera dipersiapkan oleh bidan untuk masuk ke ruang bersalin (VK), agar bisa segera disuntikkan ILA. Akhirnya saya masuk ruang bersalin sekitar jam 12 malam lebih, di mana hari itu sudah masuk tanggal 12 Juli 2022. Dokter anestesi segera mendatangi saya sambil menjelaskan prosedur ILA. Sekitar jam 00.44, bius sudah disuntikkan melalui celah tulang punggung. Dan sejak saat itu rasa sakit kontraksi hilang. Yang saya rasakan hanya sebatas gerakan bayi tanpa rasa sakit. Padahal, jika dilihat dari CTG, intensitas kontraksi sudah lumayan tinggi. Bahkan saat periksa dalam (VT) oleh bidan pun saya tidak merasakan sakit. Nah, dengan metode ILA ini rasa sakit memang diblok di area pinggang sampai kemaluan, namun kaki masih bisa digerakkan. Tapi, bidan berpesan bahwa saat pembukaan 10, atau saat kepala bayi sudah diujung mendorong-dorong untuk keluar, rasa sakitnya tidak terblok, sehingga kemungkinan masih akan merasakan kontraksi dan ada keinginan mengejan.

Waktu berlalu, saya coba tidur untuk menyiapkan tenaga saat mengejan nanti. Suami saya stand by sambil menyelesaikan pekerjaannya sebelum cuti melahirkan di hari tersebut. Ketuban saya dipecahkan oleh bidan sekitar jam 02.30, namun saya tidak merasakan apapun saat itu. Di jam tersebut, pembukaan sudah mencapai 7. Tibalah sekitar pukul 03.00, saya mulai merasa kesakitan secara tiba-tiba. Ada rasa mules dan kepala bayi mendorong-dorong, membuat sensasi ingin mengejan muncul. Suami saya langsung memanggil bidan, sambil membantu saya mengatur pernafasan untuk mengalihkan rasa sakit dan menghindarkan dari keinginan mengejan. Bidan mengecek pembukaan dan saat itu sudah mencapai 9. Sambil menunggu dokter, bidan membantu mengelus pinggang saya yang kesakitan. Saya mencoba mengatur nafas dengan bantuan suami, sambil suami menggerakkan tangan saya dan memutarnya (well, ini susah dijelaskan). Tapi gerakan memutar tangan ini efektif mengalihkan saya untuk menghindari keinginan mengejan yang sudah sangat-sangat kuaaat. Sesekali sambil kesakitan saya sambil ngeluh-ngeluh ke bu bidan, “Bu, mana dokternya? Bu, pengen ngeden.”. Bu bidannya sabar banget nanggepin saya waktu itu yang terus-terusan nanya. Nah, momen ini kalau saya ingat-ingat sekarang, lucu sih 😂

Sekitar jam 03.30 dokter akhirnya datang. Huaah alhamdulillaah. Dokter, bu bidan, dan 1 suster langsung bersiap. Saya diposisikan telentang. Dokternya mengingatkan untuk membaca bismillah, sambil menyemangati, “Yuuk katanya mau cepet lahir niih”. Saat itu saya tidak diajari untuk/di-briefing untuk mengejan. Tapi untungnya saya masih lumayan ingat cara mengejan yang diajarkan dokter saat Althaf lahir dulu, dan saya praktikkan lagi di saat proses mengejan ini. Saya ambil nafas dalam, dan langsung mengejan 1x nafas. Dan, masyaallah bayinya lahir saat itu juga dalam 1x nafas mengejan, di jam 03.38. Tangisan saya langsung pecah. Begitupun tangisan bayi. Alhamdulillaah. Saya lihat suami di sebelah, dan saya ingat betul ia mengacungkan jempol ke saya 😂

Bayinya dibersihkan sebentar dan langsung ditaruh di atas dada saya untuk menjalani inisiasi menyusui dini (IMD). Itu pertama kali saya melihat anak kedua saya, masyaallah rasanyaaa. Saya kemudian menjalani jahitan perineum, tapi kata dokter robekannya tidak terlalu banyak. Jujur proses penjahitan perineum ini lumayan sakit huhu, tapi saya alihkan dengan melihat anak saya yang lagi nemplok di dada sambil saya peluk-peluk. Semua proses menjahit selesai. Dokter pamit meninggalkan saya sambil meninggalkan beberapa pesan. Saya pun diminta istirahat dulu oleh bidan sambil IMD.

Sekitar jam 05.15 saya merasa ingin pipis, sehingga suami saya menghubungi bidan. Akhirnya IMD dihentikan dan bayi dibawa ke ruang bayi untuk diobservasi. Saya dibantu bidan untuk ke kamar mandi sambil sedikit membersihkan diri. Saat itu bidan sempat khawatir kalau saya jatuh sebagai efek sisa ILA, tapi jujur saat itu saya ga merasa kleyengan, mual atupun pusing. Hanya agak kagok saja karena baru saja dijahit perineum. Akhirnya saya kembali ke tempat tidur, sambil menunggu ke ruang rawat inap.

Singkat cerita, alhamdulillah semua proses melahirkan berjalan baik. Saya dirawat 3 hari di rumah sakit, rawat gabung dengan bayi. Proses pemulihan pun lebih cepat daripada kelahiran anak pertama. Selain itu, hal yang ingin saya ingat lagi di sini adalah pelayanan rumah sakit yang menurut saya excellent. Semua bidan dan suster di rumah sakit sangat komunikatif, cepat tanggap, dan helpful. Bahkan di sini, salah satu fasilitas untuk ibu yang sedang menjalani rawat inap pascabersalin adalah kelas laktasi selama sekitar 2 jam. Saya juga diajari langsung cara memandikan bayi. Setiap malam juga saya ditawari oleh suster, apakah bayinya ingin dijaga oleh suster, sehingga saya bisa istirahat dengan lebih lama. Hanya pada waktu bayi benar-benar menangis karena lapar, bayi akan diantarkan kembali untuk disusui. Sebelum pulang, saya dan suami juga diajarkan banyak hal oleh suster sebagai persiapan merawat bayi di rumah. Bahkan saat pulang, ada prosesi serah terima bayi sampai saya masuk mobil untuk pulang 😂 Sungguh membuat saya dan suami merasa puas dengan pelayanan rumah sakit. Padahal rumah sakit ini bukan rumah khusus sakit ibu dan anak, tapi pelayanan bahkan melebihi tempat ketika saya melahirkan Althaf yang notabene merupakan rumah sakit ibu dan anak. 

Terakhir di bawah ini, isinya ucapan terima kasih semua wkwk. Biar mengingat nama-nama yang telah berjasa membantu kelahiran Aysar.

Terima kasih dr Didi Danukusumo, obgyn yang membantu saya melahirkan dan memantau kondisi bayi sejak dalam kandungan. Beliau adalah dokter yang sangat ramah, tenang, friendly, dan super detail dalam menjelaskan kondisi janin. Super recommended!!!

Terima kasih juga dr Dario Turk, yang sempat menjadi obgyn pilihan saya dan suami hingga usia kehamilan 16 minggu. Beliau juga adalah obgyn saya saat hamil Althaf sejak usia kehamilan 9 minggu hingga 35 minggu (kami memutuskan mengganti dokter dan RS karena jarak kontrol ke dr Dario yang lumayan jauh dari rumah kami). Beliau pun sama seperti dr Didi. Sangat ramah, chill, friendly, gaul, daaan selalu super detail saat USG. Also super recommended!!!

Terima kasih Bidan Shendy Dekawati, beliau yang membantu saya saat pra dan pasca melahirkan. Bidan Shendy sabaaar banget, elus-elus punggung, nemenin ke toilet, nyemangatin supaya sabar. Alhamdulillah banget dapet bidan jaga bidan Shendy.

Terima kasih untuk suster-suster dan semua yang sudah membantu, dan yang pasti terima kasih untuk RS Premier Bintaro yang sudah memberikan pelayanan yang memuaskan.

Yang paling utama dan tak boleh terlewat, terima kasih untuk suami, Abang, yang sudah selalu membersamai setiap proses yang dijalani, sabar menghadapi istri, dan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk aku dan anak-anak. Love you always, Abang ❤ 

Terima kasih untuk Althaf, yang kini sudah menjadi Aa, telah menerima adik dengan sayang. We love you Aa.

Mamah, Bapak, Egi, Evan, Bou, Amangboru, Kak Hagia, daaan semua keluarga serta teman-teman yang sudah membantu dalam berbagai macam rupanya. Terima kasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikannya dengan kebaikan yang berlipat.

Selamat datang ke dunia, anak kedua kami, Aysar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Thank you so much, 2020!

Tak Ternilai Harganya...