Cerita (pre) Kehamilan Anak Pertama Kami (Bagian 1) - Ikhtiar Menyambut Abang Shalih

MasyaAllah Tabarakallah.. 
Ternyata saya dan suami (M. Rizki Indra Aurum), sudah hampir 11 bulan menikah. Dari yang awalnya kami sama sekali tidak saling mengenal, kini alhamdulillah Allah takdirkan kami bersama. Mudah-mudahan hingga surga-Nya. Aamiin Yaa Rabb..

Semenjak awal masa pernikahan, kami berdua tidak pernah berniat sedikit pun menunda untuk memiliki keturunan. Kami serahkan sepenuhnya kapan Allah berkehendak memberikan kami anak-anak sebagai keturunan kami. Sekian waktu berjalan, titipan itu belum kunjung datang. Hingga akhirnya, tiba waktunya saya dan suami melihat dua garis jelas di test pack, serta kata "YES" di test pack digital. MasyaAllah.. Sungguh hati saya campur aduk kala itu.

Sebelum masuk ke cerita perjalanan kehamilan yang saat tulisan ini dimulai, kehamilan saya menginjak usia 23 minggu, saya ingin menjelaskan proses yang saya dan suami jalani sebelum saya hamil.

Setelah menikah, saya langsung diboyong suami ke Lhokseumawe (Lhok), Aceh, dan tinggal di sana mengikuti penempatan OJT suami. Saat itu pun saya kebetulan baru pulang dari Belanda kurang dari 10 hari sebelum hari pernikahan dan hari diboyongnya saya ke Lhok. Hingga aktivitas saya di Lhok tak lebih dari seorang ibu rumah tangga. Kondisinya pun saya belum memiliki teman sama sekali. Tapi, alhamdulillah ada teman suami saya yang juga OJT di Lhok, yang baru saja menikah dan istrinya pun sama-sama dibawa ke Lhok, namanya Farah. Saat itu, Farah adalah satu-satunya teman saya kesana kemari di sana sebelum kemudian saya dan Farah memperluas pertemanan kami ke ibu-ibu PIPEBI (Persatuan Isteri Pegawai Bank Indonesia) Lhokseumawe. 

Meskipun sempat merasa jetlag, karena terbiasa beraktivitas kesana kemari, lalu tiba-tiba pindah ke Lhokseumawe tanpa aktivitas yang pasti bagi saya sendiri, namun saat itu saya pun berpikir mungkin waktu-waktu ini bisa saya manfaatkan untuk fokus mempersiapkan diri untuk kehamilan. 

Saat itu, saya sering bertanya ke teman-teman dan kakak-kakak di lingkungan pertemanan saya yang sudah menikah dan sudah dikaruniai keturunan, bagaimana ikhtiar mereka menuju kehamilan. Jawabannya memang beragam. Ada yang baru menikah langsung hamil, ada yang menunggu sampai 2 tahun, ada yang menunggu beberapa bulan. Ada yang hamil tanpa "ikhtiar khusus", ada yang hamil setelah ikut promil ke dokter, dan ada juga yang hamil dengan"ikhtiar sendiri" tanpa dokter. Semuanya informasi itu saya tampung dan saya cerna, untuk kemudian saya jadikan referensi bagi ikhtiar saya, namun pasti tetap menyesuaikan dengan kondisi saya secara personal.

Setelah melalui berbagai tahap pencarian, akhirnya saya memutuskan untuk mengonsumsi suplemen asam folat sebagai sarana persiapan rahim ketika suatu waktu sel telur berhasil dibuahi. Saya juga konsumsi vitamin E yang klaimnya bisa menambah kesuburan. Kedua suplemen ini saya rutin konsumsi tiap hari. Terkadang, saya juga sempat ikuti saran beberapa orang termasuk ibu mertua untuk konsumsi tauge. Tapi, saya gak telaten juga sih makan tauge tiap hari. Kalau pas kebetulan mau makan, baru saya makan tauge. 

Ikhtiar saya yang lain adalah, rajin mencatat siklus haid. Tapi, sebetulnya ini sudah saya lakukan sejak lama sih. Mungkin sekitar tahun 2018, saya sering mencatat siklus haid saya di aplikasi di smartphone saya. Kalau dulu, tujuannya adalah untuk preparation sebelum saya memasuki periode haid, jadi supaya persiapan pembalut di tas, atau persiapan diri kalau kemudian saya sumilangen alias mules sewaktu haid). Tapi setelah menikah, tujuan saya mencatat bukan lagi untuk preparation, melainkan untuk mengetahui kapan masa subur saya setelah haid. Saat itu saya pakai 3 macam aplikasi, yaitu Flo, My Calendar, dan Ovia Fertility. Hasil perhitungan masa subur menurut 3 aplikasi ini ternyata beda-beda. Saya juga gak tau sih mana yang paling akurat. Tapi, minimal saya punya perkiraan rentang waktu masa subur meskipun mungkin belum tentu akurat.

Jelang 4 bulan masa pernikahan, pertanda kehamilan belum juga datang. Saya yang selalu siap sedia test pack setiap bulannya, setiap bulan itu juga saya didatangi sedikit rasa "kecewa". Baru telat haid 1 hari dari jadwal, saya biasanya langsung buru-buru test pack. Bahkan belum telat pun, kadang saya iseng-iseng test pack. Hasilnya, ya garis satu. Tapi rasa kecewa ini gak sampai ke tingkat yang parah sih. Masih biasa saja dan saya bawa santai. Suami juga sering mengingatkan untuk santai dan jangan dibawa stress. Yang pasti kalau sudah waktunya, pasti Allah kasih. Selalu begitu pikir saya saat itu. Mungkin saat itu Allah ingin memberikan waktu yang cukup dulu untuk saya dan suami hidup berdua saling mengenal. 

Akhir Januari, suami alhamdulillah pindah penempatan ke Jakarta. Kami pun meninggalkan Lhokseumawe for good, dan memulai kehidupan baru di kota Jakarta. Saat kami tiba di Jakarta, tak berapa lama Ibu mertua langsung menyarankan saya dan suami untuk mendatangi salah satu dokter ahli promil terkenal di Bogor di salah satu rumah sakit untuk mengecek dan meminta saran dari dokter tersebut sebagai ahlinya. Akhirnya kami pun mendatangi dokter tersebut. Sebelumnya, saya sudah googling nama dokter dan membaca-baca review seputar promil beberapa pasangan dengan dokter ini untuk mendapatkan gambaran mengenai proses yang akan saya jalani. Memang macam-macam sih reviewnya. Ada yang datang hanya dicek pakai USG transvaginal, lalu diberi nasihat-nasihat dan penyubur. Ada juga yang datang, dicek USG transvaginal, lalu diminta untuk injeksi obat tertentu selama 3x. Yaa, at least I know what to expect, sebelum bertemu dokter langsung, sambil berharap semoga saya tidak diminta tes atau injeksi yang macam-macam.

Tiba hari saat kami berkunjung ke dokter, hari itu Sabtu 7 Maret 2020. Saya ditanya oleh dokter, sudah menikah berapa lama, selama ini tinggal bersama atau LDM, dan rasanya itu saja pertanyaan awalan dari dokter. Sampai akhirnya saya diminta USG transvaginal, hasilnya alhamdulillah rahim saya normal dan tidak ada hal yang bisa menghambat kehamilan. Hanya waktu itu dokter berpesan, untuk menurunkan berat badan hingga 43 kg dari berat awal saya waktu itu sekitar 48 kg. Dokter pun menyampaikan bahwa suami harus cek sperma dan saya harus injeksi obat kesuburan selama 3x berturut-turut dalam waktu 3 hari (jujur saya tidak tau apa yang akan diinjeksi dan saya pun tidak sempat bertanya ke dokter pada saat itu). Saya diberikan form yang berisi rincian berbagai tes tersebut dan diminta melakukan prosedur dan baru boleh bertemu dokter lagi saat hasil tes sperma sudah ada dan saya sudah injeksi sebanyak 3x. Jadi, pertemuan hari itu sangat singkat sekali, bahkan terkesan kami diburu-buru di dalam ruangan sang dokter. Yasudahlah, kami akhirnya ke kasir untuk membayar dan menanyakan biaya cek sperma plus injeksi kesuburan. Ternyata, serangkaian tes itu membutuhkan biaya hampir 3.8 juta. Belum lagi mungkin nanti ada biaya vitamin dan tambahan-tambahan lainnya. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak mengambil tes dan injeksi tersebut, dan hanya membayar biaya USG.

Setiba di rumah mertua, kami ceritakan apa yang sebelumnya kami jalani. Dan kami sampaikan bahwa mungkin kami tidak akan melanjutkan promil bersama dokter tersebut, dan kembali ke ikhtiar kami sendiri. Saya tetap lanjut minum asam folat dan vitamin E, rajin mencatat siklus haid, dan suami pun menjaga kesehatan badannya. Ibu mertua setuju dengan keputusan yang kami ambil.

Tentu saat itu, saya tidak langsung berhenti ikhtiar. Satu hal yang saya sering sekali lakukan adalah bertanya langsung ke teman mengenai kisah menuju kehamilan. Entah berapa cerita yang sudah saya koleksi. Sampai akhirnya saya mendapatkan saran yang sama dari dua teman, yang feasible untuk dilakukan, yaitu menggunakan alat tes pengukur kesuburan untuk memperkirakan masa subur kita. Namanya LH test, kalau saya tidak salah. Harganya murah dan pemakaiannya pun simpel. Selain menggunakan LH test, teman saya juga menyarankan saya untuk mengikuti satu akun Instagram seorang dokter kandungan yaitu Dokter @yassinbintang dan rajin membaca highlightnya mengenai promil, juga mempraktikkan saran-saran dokter tersebut. Saya langsung beli LH test yang dimaksud teman saya saat itu, dan mulai rajin baca-baca highlight akun dokter Yassin, sambil seringkali saya beritau juga suami mengenai hal-hal yang bisa kami upayakan bersama. Tanggal 13 Maret, adalah kali pertama saya mencoba tes kesuburan menggunakan LH test tersebut, hingga terus saya lakukan setiap sampai tanggal 25 Maret (penjelasan mengenai LH test yang cukup jelas ada di sini https://www.youtube.com/watch?v=aWNRWubQnNs). Hasil dari LH test ini bisa menjadi acuan kita untuk menentukan waktu yang tepat mengenai waktu paling subur. Tentu saya pun membandingkan perhitungan LH test ini dengan perhitungan aplikasi yang selama ini saya gunakan. Di titik ini ikhtiar terakhir yang saya lakukan untuk menjemput rejeki keturunan Allah bagi saya dan suami.

Sampai suatu hari, 1 hari menuju jadwal haid saya menurut aplikasi, yaitu tanggal 30 Maret 2020, saya iseng-iseng test pack subuh-subuh tanpa sepengetahuan suami. Hasilnya, garis satu. Saya perhatikan lagi terus menerus, terlihat seperti ada garis yang sangat samar dibawah garis kontrol, tapi betul-betul samar sampai mata saya sakit dan pusing melihatnya. Pikir saya, sudah lah, jangan dipaksa, nanti juga bisa cek lagi. Tunggu dua hari lagi deh.. Sampai kemudian, tanggal 1 April, saya cek lagi, masih tanpa sepengetahuan suami, hasilnya ada garis satu dan garis samar. Saya gak mau kegeeran dulu deh. Biar tunggu dulu, 2 hari lagi, pikir saya waktu itu.

Faktanya, saya tidak bisa menahan keinginan untuk test pack lagi keesokan harinya. Sampai kemudian, terhitung tanggal 1-8 April, saya test pack setiap hari dan hasilnya, alhamdulillah garis dua semakin terlihat jelas. Saat itu, saya mulai berani mengatakan kepada suami saya perihal hasil test pack saya. Suami saya, seakan tidak percaya, tapi juga bingung harus gimana wkwk. Yang pada akhirnya kami sepakat untuk membeli test pack digital dan dicoba lagi seminggu dari hari itu untuk meyakinkan hasilnya. 

Tiba-tiba, hari itu, tanggal 8 April, sekitar jam 18.05 saat maghrib tiba dan saya bangkit dari duduk, saya merasa ada sesuatu yang janggal. Singkatnya, ada sesuatu yang keluar dan rasanya seperti saya mau haid. Saya panik, dan menghubungi suami saya yang saat itu masih di kantor. Saat itu saya khawatir sekali. Entah apa pikiran aneh menghantui saya. Sampai setelah agak lama, ditenangkan suami, saya baru bisa sedikit lega. Pun saya menghubungi ibu mertua, alhamdulillah diberi nasihat yang menenangkan juga. Saat itu pun saya mencari informasi mengenai hal yang saya alami, yang akhirnya bermuara pada satu kemungkinan kesimpulan, yaitu pendarahan implantasi atau pendarahan yang diakibatkan oleh menempelnya embrio pada dinding janin. Tak sedikit perempuan di awal kehamilannya mengalami ini, sehingga saya mencoba meyakinkan bahwa apa yang saya alami adalah pendarahan implantasi. Meskipun saya tidak tau pasti.

Setelah diskusi dengan suami, akhirnya kami memutuskan untuk mendatangi dokter lebih cepat dari jadwal yang sebelumnya kami rencanakan, untuk memastikan apakah saya baik-baik saja. Awalnya, kami berencana datang ke dokter pada tanggal 18 April, namun kami percepat di tanggal 11 April. Oya, setelah kejadian pendarahan itu, saya masih sempat test pack pada tanggal 10 April, menggunakan test pack digital yang tempo hari saya dan suami beli, dan alhamdulillah pada saat itu hasilnya muncul kata "YES" yang artinya positif hamil. 

Tanggal 11 April pun tiba. Hari di mana kami akan bertemu dokter kandungan untuk memastikan hal yang terjadi pada saya. Saat itu, setelah hasil pencarian, kami memutuskan untuk mendatangi dr. Arief Gazali di RS MMC. Keputusan kami mendatangi dokter Arief, selain karena rumah sakit tempat dokter praktek termasuk ke dalam rumah sakit yang menjadi rekan kantor suami saya, juga saya dan suami membaca review positf dari beberapa mantan pasiennya yang memiliki pengalaman kontrol kehamilan dan melahirkan dengan dr Arief. Beliau ternyata memang sangat ramah dan sangat welcome dalam menerima pertanyaan saya dan suami, juga menjelaskan dengan detail hal-hal yang tadinya rumit, menjadi sangat mudah kami pahami. Hingga tiba waktunya saya diperiksa USG dari perut, dokter Arief saat itu menyampaikan, "Tuh udah keliatan kantung janinnya. Memang baru ini aja. Dan saya cuma bisa ngucapin selamat nih buat Ibu sama Bapak. Sabar ya Pak, Bu, baru 5 minggu usia kehamilannya, yang pasti udah ada nih ya kantungnya. Selamat ya Bu.."

MasyaAllah, terharuuuu sekali rasanya akhirnya saya ada di momen seperti ini. Alhamdulillah.. Kami lanjut mengobrol dan saya sampaikan perihal pendarahan yang tempo hari saya alami. Dokter mengiyakan bahwa itu adalah pendarahan implantasi, selama pendarahannya tidak berlanjut. Dan saya saat itu dibekali obat penguat kandungan, dan setumpuk saran untuk makan makanan sehat, bahagia, dan tetap aktif beraktivitas seperti biasanya..

Pulang dari rumah sakit, lega sekali rasanya.. Alhamdulillah, semua ternyata baik-baik saja. Dan alhamdulillah, petualangan baru kami sebagai calon orang tua akan segera dimulai.. 

Mohon doanya bagi yang mungkin membaca tulisan ini, untuk mendoakan kesehatan dan keberkahan bagi kami sekeluarga. Semoga Allah mengembalikan doa baiknya. Jazakumullah khair :)

Bersambung...

Jakarta, 11 Agustus 2020
16.20 WIB
Sambil menunggu Abang pulang bawa roti bakar ^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Datang ke Dunia, Anak Kedua Kami!

Thank you so much, 2020!

Tak Ternilai Harganya...