Lika-liku Menuju Benua Biru

Selamat bertemu lagi setelah enam bulan lalu terakhir saya mengisi sesuatu di blog ini :'
Hari ini, tepat di hari ke 25 saya tinggal di Wageningen, pada akhirnya saya bisa berceloteh kembali, dalam diam (re: tulisan). Di depan, saya ditemani semangkuk Pempek Elysha (pempek terkenal di Den Haag) hasil beli dari acara Gebyar Indonesia yang baru saja diadakan di kampus WUR dan juga kopi Nescaf* seduh yang semoga bisa membantu menyelesaikan tulisan ini dalam sekali duduk biar gak ngantuk *karena besok sudah harus kembali berhadapan dengan kuliah 😶
Pempeknya enak, harganya 7e (lupakan konversi rupiah), kopinya gak mempan buat bikin melek. 

Setelah bercerita ihwal les dan tes IELTS di tulisan sebelum-sebelumnya, kali ini saya ingin menceritakan satu tahap lain yang baru saja saya masuki, yaitu menjadi mahasiswa master di suatu universitas yang letaknya nun jauh dari ibu pertiwi, yakni Wageningen University and Research (WUR), Belanda. 

Sedikit intro lebih mendalam mengenai tempat saya sekolah saat ini, adalah Wageningen University and Research, yang merupakan kampus peringkat pertama di dunia untuk bidang Agriculture and Forestry (https://www.theguardian.com/education/2017/mar/08/qs-world-university-rankings-2017-agriculture-and-forestry), peringkat ke 64 pada World University Ranking (https://www.timeshighereducation.com/world-university-rankings/wageningen-university-research), dan berbagai prestasi lainnya yang tidak mungkin saya jabarkan semua di sini :D 

Di kampus ini, saya mengambil program Plant Sciences, dengan spesialisasi Plant Pathology and Entomology. Jadi, di WUR itu gak ada fakultas, tapi kita langsung menyebutnya dengan sebutan Program Xxx Spesialisasi Yyy (anggap saja program=fakultas, dan spesialisasi=jurusan/departemen). Di dalam setiap spesialisasi, akan ada chair group (semacam peminatan pada bidang tertentu) yang akan dipilih untuk thesis kita nanti. FYI, program Plant Sciences, konon katanya adalah program tertua di WUR 😎
*dengan sederet fakta yang sudah dijabarkan di atas, jangan heran kalau beban studi di sini juga cukup lumayan ....... (gak tau istilah yang pas apa). Tapi, ini makes sense. Ada harga yang harus dibayar demi sebuah kualitas, bukan? Let's challenge ourselves!

Lalu, bagaimana saya bisa sampai menginjakkan kaki di negeri kincir angin bahkan bersekolah di sini? Nah ini dia. Sebuah hal besar bagi saya yang tidak pernah saya perkirakan akan Allah berikan (secepat ini). Biidznillah. Allah is truly our Best Planner!

Sejak masa-masa awal kuliah S1, saya bercita-cita ingin menjadi seorang dosen. Lalu, melihat persyaratan bahwa untuk menjadi seorang dosen paling tidak harus memiliki kualifikasi pendidikan hingga S2. Maka saya tekadkan bahwa saya harus lanjut sekolah! Tapi ternyata, perjalanan S1 tak semulus yang saya kira dan melenceng dari rencana yang pernah saya tuliskan. Target kelulusan pada September 2015 ternyata baru tiba pada September 2016. Jauh sekali kan? Tapi saya tidak pernah menyesali 1 tahun tambahan ketika S1, karena Allah memberikan begitu banyak sekali pengganti yang mungkin tidak bisa pernah saya dapatkan jika saja saya lulus lebih cepat, dan jauh jauh lebih berharga dan bernilai bagi diri saya sendiri. Intinya, semua akan tiba pada waktunya :) 

"Lulus S1 aja telat, masih pengen lanjut S2?"
Pernah terlintas begitu dalam pikiran saya.
"Hey, itu cuman excuse kamu atas ketakutanmu. Apa salahnya sih bermimpi dan mengejar mimpi? Toh persyaratan S2 tidak pernah tertulis bahwa kamu harus lulus 4 tahun dari studi S1 kamu!
Mungkin begitu ya singkatnya kira-kira pertentangan hati ini kala itu 😝

Tapi ya ternyata, semenjak September 2016, semua hilal-hilal menuju rencana-rencana datang dalam tempo yang menurut saya begitu cepat. Pernah saya tuliskan di blog ini bagaimana pergulatan antara penyelesaian skripsi dan beasiswa les+tes IELTS dari Beasiswa Aktivis Nusantara. Sampai akhirnya saya tuntaskan perjuangan 1.5 bulan les IELTS dan tepat hari Jumat, 9 Desember 2016 saya menerima hasil IELTS dengan penuh rasa syukur karena telah memenuhi persyaratan untuk saya pergunakan sebagai syarat daftar beasiswa dan kampus di luar negeri. Alhamdulilah, alhamdulillah, alhamdulillah.. 

Salah satu persyaratan sudah saya dapatkan. Maka saatnya mulai menyeriusi rencana saya lanjut kuliah. Sejak saat itu, saya menjadi seorang scholarship hunter yang (hampir) setiap harinya bergerilya mencari setiap info pembukaan beasiswa. Ohya ternyata pergulatan batin memang tidak pernah ada habisnya, dan sudah saya rasakan juga bagaimana saya bingung untuk memutuskan akan melanjutkan S2 di dalam atau di luar negeri. Sampai kemudian berakhir pada keputusan saya untuk berjuang melanjutkan studi di luar negeri. 

Mungkin tepatnya, sejak bulan Januari 2017 adalah saat di mana tingkat keseriusan perjuangan itu mencapai tahap yang sangat serius. Apa saja yang saya lakukan?

1. Mencari informasi beasiswa
Adalah suatu hal yang wajib untuk berusaha mencari informasi semua beasiswa, baik dalam maupun luar negeri, dari berbagai sumber: WhatsApp, Telegram, Instagram, googling dan terdampar di berbagai website informasi beasiswa hingga kampus, dan juga datang ke beberapa acara expo pendidikan. Termasuk menghubungi langsung secara personal berbagai awardee dari berbagai beasiswa untuk berbagi pengalaman dengan beliau-beliau. Bukan hal sulit lagi untuk mengakses informasi di masa-masa ini kan? 

2. Mengorganisasi berbagai info yang didapatkan dalam sebuah file khusus
Bulan Januari sampai sekitar bulan April 2017 adalah masa-masa saat saya dibanjiri oleh berbagai informasi baik yang saya cari sendiri ataupun yang saya dapatkan dari sumber lain, sampai pusing rasanya kok banyak banget beasiswa yang buka 😅

Akhirnya saya coba buat sebuah tabel dan catatan yang isinya: nama beasiswa, negara tujuan dan bidang yang ditawarkan, persyaratan yang diperlukan, dan batas tanggal pendaftaran. 

Hal ini memudahkan saya untuk memilah dan memilih beasiswa mana yang akan saya coba ikuti, karena meski banyak beasiswa yang sedang membuka pendaftaran, tentu tidak semuanya bisa saya ikuti. Alasannya bisa karena beasiswanya bukan yang full funding, tidak ada program yang diinginkan di kampus tujuan beasiswa tersebut, atau bisa juga karena persyaratan utama ada yang belum terpenuhi. Hingga kemudian terpilihlah beberapa beasiswa yang bisa saya ikuti yaitu:
- StuNed Scholarship Master Programme dari pemerintah Belanda (tujuan Belanda)
- Beasiswa LPDP jalur reguler dan afirmasi dari pemerintah Indonesia (tujuan Belanda/Australia)
- Australia Award Scholarship dari pemerintah Australia (tujuan Australia)
- Endeavour Scholarship dari pemerintah Australia (tujuan Australia)

Informasi dan kecenderungan sudah mulai mengerucut pada dua negara yaitu Belanda dan Australia. Dan yang perlu dilakukan kini adalah mengorganisasi informasi berkaitan 4 beasiswa tersebut, terutama terkait list persyaratan yang dibutuhkan. Dengan begitu, saya merasa lebih mudah mengontrol persyaratan mana yang perlu saya prioritaskan untuk dipenuhi.

3. Mendaftar kampus tujuan sampai dapat Letter of Acceptance (LoA) unconditional
Negara tujuan sudah ada, kini tinggal kampus tujuan yang perlu saya tentukan. Untuk yang satu ini saya tidak bingung memutuskan karena saya sudah tau kampus mana di negara tersebut yang memiliki program yang saya inginkan dan juga memiliki reputasi yang bagus. Dan pilihan saya jatuh pada Wageningen University and Research (WUR) serta University of Queensland (UQ)

Persyaratan yang harus dipenuhi kedua kampus itu pun kurang lebih sama, sehingga lebih mudah bagi saya untuk memenuhi persyaratan keduanya:

ps: Untuk sampai dapat LoA di kedua kampus tersebut, saya tidak harus membayar sepeserpun biaya pendaftaran. Meski di persyaratan LoA untuk UQ mensyaratkan pendaftar supaya membayar 100 dollar Australia, tapi ternyata saya bisa mendapatkannya dengan gratis, padahal saya gak pake agen :). Yang pasti semua tahap yang saya lalui adalah tahap yang legal sesuai prosedur dan LoA yang saya dapatkan pun official LoA langsung dari UQ. 

Saya submit persyaratan LoA WUR pada tanggal 18 Februari 2017 dan mendapatkan LoA unconditional pada 3 Maret 2017. Sedangkan untuk UQ, saya submit pada 9 Februari 2017 dan mendapatkan LoA unconditional pada 2 Mei 2017.

LoA dari WUR
LoA dari UQ

4. Mendaftar beasiswa yang dituju 
Butuh waktu yang tidak pendek untuk menyelesaikan semua persyaratan beasiswa yang akan saya ikuti ini. Lagi-lagi, cara terbaik bagi saya adalah membuat daftar persyaratan semua beasiswa itu dan menentukan prioritas mana yang akan dikerjakan terlebih dahulu. Ketika sudah tahu semua persyaratan beasiswa tersebut, dan ternyata ada yang sama/mirip antara satu dengan lainnya, bukankah jadi lebih mudah untuk dikerjakan? 

Tentu prioritas utama adalah untuk beasiswa yang akan saya penuhi persyaratannya adalah yang paling cepat waktu penutupan pendaftarannya. Jika diurut, yang saya kerjakan terlebih dahulu adalah: StuNed (deadline 1 April 2017) - AAS (deadline 30 April 2017 lalu diperpanjang sampai 5 Mei 2017) - Endeavour (30 Juni 2017) - LPDP (7 Juli 2017)

Beranjak memenuhi persyaratan dari satu beasiswa ke beasiswa yang lain, menjadi hal yang saya tekuni selama bulan Februari hingga akhir Mei 2017 ini. Di tahap ini, ada banyak sekali orang yang saya repotkan untuk membantu melengkapi berbagai persyaratan ini (semoga Allah membalas kebaikan kalian semua dengan kebaikan yang berlipat dari Allah, aamiin).

Hingga akhirnya, saya berhasil submit beasiswa StuNed dan AAS di bulan yang sama (April 2017) dan dilanjutkan memenuhi persyaratan untuk Endeavour dan LPDP di bulan selanjutnya. Sampai pada akhir Mei di mana semua persyaratan untuk kedua beasiswa tersebut hampir rampung. Tes kesehatan, surat rekomendasi dari para dosen dan tokoh, dan berbagai persyaratan lainnya sudah di tangan. Yang saya ingat, saya masih belum menyelesaikan essay untuk submit beasiswa LPDP. Dan bertekad untuk menyelesaikannya sampai sebelum lebaran tiba (sekitar akhir Juni 2017).

5. Menjalin komunikasi intensif dengan para scholarship hunter lainnya
Kalau dihitung, sampai bulan Mei 2017 ini sudah memasuki bulan ke-9 saya bergelut dengan dunia perbeasiswa-an. Emang gak jenuh? Gak capek? Ah jelas jenuh, capek, dan terkadang merasa gamang apakah saya  berada di jalan yang benar dengan berburu beasiswa seperti ini 😢

Tapi, lagi lagi, yang namanya motivasi itu gak selalu datang dari diri sendiri. Inilah mengapa saya selalu harus menjalin komunikasi bersama orang-orang yang saya tau berada di jalan yang sama menuju mimpi yang sama. Ini penting, bahkan sangat penting!

ps: Terima kasih untuk the gank: Para Pencari Ilmu (ADP IELTS Bakti Nusa 5), Postgrad Warriors 2017, Admin(s) Warrior, ADP IELTS 2016+2017, IPB-Pare, grup-grup telegram beasiswa, dan semua yang secara personal sering saya hubungi untuk diskusi perihal lanjut studi, entah sekedar curhat, kadang mengeluh, saling menyemangati, atau tanya-tanya progress persiapan kuliah. Semangat menjemput mimpi! :D

Ohya, di sela-sela mempersiapkan perkuliahan ini, saya sempat juga bekerja di sebuah NGO bernama Indonesia Bangun Desa. Sehingga ada juga hal lain yang saya kerjakan di luar mempersiapkan beasiswa, untuk mencegah terjadinya kejenuhan berlebihan menjadi scholarship hunter. 

6. Berdoa pada Allah dan meminta restu orang tua
Ini bagian yang paling menentukan dari semua tahap yang saya lalui. Langkah menjadi lebih mudah kala Mamah atau Bapak mengucapkan suatu kalimat sakti berisi doa-doa untuk anaknya. Hati juga lebih tenang kala berkomunikasi dengan Allah melalui untaian doa dan juga rangkaian sholat hajat demi keridhoan Allah atas apa yang saya kejar. Mengutip kata-kata mbak Atina, "kalau mau dapet jodoh, deketin yang punya jodohnya (Allah), bukan deketin orangnya (yang belum tentu bakal jadi jodoh kita)." Ternyata ini berlaku juga buat beasiswa lho. Deketin yang punya beasiswanya, siapa lagi kalau bukan Allah :D

___

Kurang lebih, itu yang saya lakukan selama bulan September 2016 hingga kemudian, setelah satu Jumat bersejarah dalam hidup saya (9 Des: keluar hasil IELTS), ternyata butuh 26 minggu kemudian untuk menuju Jumat lainnya yang tak kalah bersejarah dan dramatis. Tepat Jumat, 2 Juni 2017 sekitar pukul 12.05 siang, sebuah pesan masuk ke email, menyatakan bahwa saya lolos seleksi StuNed T.T 

Ya Allaah, 2,5 bulan lagi saya akan pergi ke Belandaa! 

Hari itu, Belanda masih jauh. Masih sangat jauh. Ternyata hari ini, saya bisa merasakan teriknya matahari yang masuk melalui jendela kamar di Borsesteeg 1, Wageningen, Belanda :)

Foto yang saya ambil persis setelah tulisan ini selesai. Matahari sedang cerah di luar, tapi angle foto ini dibuat backlight. Tertanda jam 8.30 pagi saat foto ini diambil.


kalau ada yang mau sharing, boleh kontak via email ke:
elvira.rachmawati@wur.nl
elvirarachmawati@gmail.com


Semoga tulisan ini bermanfaat! :)


Komentar

  1. Wah Mbak sangat inspiratif sekali kisahnya. Saya saat ini masih menjadi mahasiswa semester lima di salah satu PTN di Bandung. Saat ini pula saya pun sangat ingin melanjutkan studi ke luar negeri. Namun saya masih minder dengan kemampuan bahasa Inggris saya. Oleh karena itu saya meminta sarannya dari Mbak...

    BalasHapus
  2. Hallo. Terima kasih sudah mampir dan membaca tulisan saya :)
    Masih semester 5, artinya masih punya waktu untuk improve skill bahasa Inggrisnya. Kalau mau belajar, simpan dahulu rasa mindernya, munculkan rasa percaya diri. Mulai dari hal-hal kecil, namun rutin. Misalnya, sering baca artikel berbahasa Inggris, menonton video-video singkat atau film dengan subtitle berbahasa Inggris, sambil mulai latihan aktif berbicara bahasa Inggris, paling tidak bercakap-cakap sendiri di depan cermin atau di depan HP sambil direkam. Ajak teman dekat untuk bantu belajar, biar makin semangat.
    Semangat! Niat, ikhtiarnya, dan doanya harus kenceng ya ^^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Datang ke Dunia, Anak Kedua Kami!

Thank you so much, 2020!

Tak Ternilai Harganya...